Oleh Aeron Ian Monim
Sambil menyelam, minum air. Ungkapan itu cocok buat Feronika Migay, salah satu peserta Kongres Masyarakat Adat Nusantara Keenam (KMAN VI) dari komunitas Masyarakat Adat Nabire.
Mama Fero, – begitu ia akrab disapa – tidak hanya mengikuti berbagai kegiatan sarasehan maupun rapat dalam Sidang Pleno dan Sidang Komisi dalam rangkaian KMAN VI, tetapi juga membuka lapak. Ia menjual hasil kerajinannya berupa noken di lokasi kegiatan KMAN VI.
“Saya sudah datang dari pembukaan. Karena ikut kegiatan (pembukaan tersebut), jadi tidak sempat jualan noken. Jadi, baru bisa jualan sekarang,” ujar Mama Fero saat ditemui di kawasan Stadion Barnabas Youwe pada Sabtu, 29 Oktober 2022.
Menurutnya, alasan untuk membawa hasil sulamannya ke Jayapura, adalah karena daya beli terhadap kerajinan tangan, seperti noken, di tempat asalnya, sangat rendah.
Harga yang ia tawarkan, bervariasi. Harga noken berkisar dari Rp100 ribu sampai Rp150 ribu.
“Kalau di Nabire, susah. Sehari tidak bisa laku. Kalau di Jayapura itu (penjualan) bagus. Banyak yang beli. Tapi, hari ini saya baru mulai jualan, jadi belum laku karena selama lima hari saya ikut kegiatan saja,” terangnya.
Mama Fero mengatakan bahwa dalam menjual noken di lokasi kegiatan, tidak ada tempat khusus yang disediakan untuk menitipkan noken-noken hasil kreasinya. Sehingga, ia hanya menggelar saja hasil kerajinan tanggannya pada lapak di atas rumput.
“Semoga hari ini, ada yang beli Mama punya noken,” ujarnya.
***
Penulis adalah jurnalis Masyarakat Adat Papua.