Oleh Selvi Apaseray
Sejumlah rombongan Masyarakat Adat dari berbagai komunitas Masyarakat Adat di Nusantara, untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Tanah Papua dalam rangka mengikuti Kongres Masyarakat Adat Nusantara Keenam (KMAN VI) di Wilayah Adat Tabi, Papua.
Dari Bandara Sentani Jayapura, mereka pun langsung menuju Kompleks Situs Megalitik Tutari sebagai tempat para leluhur kami yang disakralkan. Rombongan pergi ke situs tersebut untuk permisi atau izin selama beberapa hari ke depan berada di Tanah Papua. Itu menjadi wujud penghormatan kepada para leluhur Makatampa, Makalesar.
Kompleks Situs Megalitik Tutari terletak di Kampung Doyo Lama, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura. Itu merupakan peningggalan arkeologi berupa bongkahan batu-batu besar yang permukaannya berwarna hitam. Pada permukaan berbagai batu tersebut, terdapat gambar atau corak ukir yang dibuat pada masa prasejarah dengan cara digores. Batu-batu bergambar itu terletak di kawasan yang luas di sepanjang Bukit Tutari yang mengarah dari Danau Sentani ke Gunung Cyclops.
Tutari dalam bahasa Sentani, terdiri dari dua kata, yaitu “tu” dan “tari” yang berarti matahari dan lingkaran. Secara harfiah, “tutari” dapat diterjemahkan sebagai matahari yang berada di tengah-tengah lingkaran.
Matahari itu dapat digambarkan sebagai wadah tanah liat yang ditopang oleh anyaman rotan yang berbentuk lingkaran. Seperti diketahui bahwa gerabah tradisional Sentani, bagian dasarnya memang tidak rata atau cekung, sehingga dibutuhkan lingkaran rotan sebagai penyangga agar tidak goyang.
Hal tersebut sebenarnya menggambarkan sistem kepemimpinan tradisional Masyarakat Adat di Sentani. Tu diibaratkan seorang pemimpin yang ditopang oleh tari atau masyarakat. Maka, jika seorang pemimpin tidak didukung oleh masyarakatnya, pemerintahannya akan gaduh dan tidak stabil.
Tutari serupa kapsul waktu dari masa prasejarah ke masa kini yang berisi pesan tentang kepemimpinan. Seorang pemimpin harus memiliki sifat yang baik karena sudah diberikan kepercayaan dari rakyat untuk memimpin mereka semua. Seorang pemimpin pun diharapkan mampu menampung aspirasi dan menjadikan sesuatu yang dipimpinnya menjadi lebih baik lagi.
***
Penulis adalah jurnalis Masyarakat Adat Papua.