Oleh Tim Jurnalis Masyarakat Adat
Ketua Mekanisme Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atas Hak Masyarakat Adat atau The United Nation Expert Mechanism on the Rights of Indigenous Peoples (EMPRIP) Binota Dharmai mengingat janji Presiden Jowo Widodo (Jokowi) saat melakukan kampanye politik sebagai calon presiden terkait dengan pengakuan, pemenuhan, dan perlindungan hak Masyarakat Adat pada 2014 lalu.
“Saya ingat pada 2014, Presiden RI Joko Widodo saat itu memasukkan enam komitmen terkait pengakuan, pemenuhan, dan perlindungan hak Masyarakat Adat dalam Nawacitanya,” ujar Binota melalui video sambutannya pada pembukaan Kongres Masyarakat Adat Nusantara Keenam (KMAN VI) pada Selasa, 25 Oktober 2022 di Stadion Barnabas Youwe, Jayapura, Papua.
Pada 2007, Indonesia ikut voting dan mendukung Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat atau Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP) saat diadopsi di Majelis Umum PBB.
Binota Dharmai mengatakan bahwa Jokowi menegaskan kembali komitmennya dalam pertemuan dengan AMAN pada 25 Juni 2015 dan juga dalam pidato kenegaraan pertamanya. Ia bilang, ia akan melindungi hak Masyarakat Adat dalam sesi gabungan dengan Pemerintah Daerah (Pemda) dan DPRD.
“Pemerintah Indonesia dan DPR RI-DPRD harus mendasarkan kebijakan berdasarkan prinsip untuk melindungi dan memajukan hak Masyarakat Adat di Indonesia. Ini termasuk Undang-Undang dan kebijakan daerah yang diperlukan di provinsi dan kabupaten/kota lain yang relevan untuk mengakui dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat,” jelas Binota Dharmai.
EMRIP didirikan tahun 2007 sebagai salah satu badan dari Dewan Hak Asasi Manusia. Mandat EMRIP adalah untuk memberikan Dewan Hak Asasi Manusia pandangan dan nasihat tentang hak-hak Masyarakat Adat sebagaimana diatur dalam Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat.
Binota Dharmai yang juga anggota Masyarakat Adat Jump Tripura Banglades itu, mengatakan bahwa mandat lain adalah keterlibatan negara yang memberikan kesempatan dalam mempromosikan dan memfasilitasi dialog dengan pemerintah, Masyarakat Adat, dan pemangku kepentingan lainnya untuk menentukan cara efektif untuk sepenuhnya mewujudkan pemenuhan hak Masyarakat Adat.
UNDRIP, lanjutnya, menegaskan kembali dan mengklarifikasi standar hak asasi manusia internasional untuk memastikan penghormatan terhadap hak Masyarakat Adat atas penentuan nasib sendiri, warisan budaya, bahasa, tanah, sumber daya alam, perlindungan lingkungan, konsultasi, dan persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan atau free, prior and informed consent (FPIC).
Deklarasi tersebut menegaskan hak individu sekaligus hak kolektif Masyarakat Adat: hak individu atas kesetaraan dan non-diskriminasi, kehidupan dan integritas, kebebasan pribadi, kewarganegaraan, dan akses terhadap keadilan yang membutuhkan perhatian khusus, hak dan kebutuhan khusus para tetua adat, perempuan, pemuda, anak, dan penyandang disabilitas. Sementara itu, hak kolektif adalah Masyarakat Adat memiliki hak untuk mengatur dan mengurus diri sendiri.
Sebagai mandat dari keterlibatan negara, EMRIP membantu negara-negara anggota berdasarkan permintaan dalam mencapai tujuan UNDRIP, termasuk dalam mengidentifikasi kebutuhan tersebut dan memberikan nasihat tekhnis mengenai pengembangan Undang-Undang dan kebijakan domestik yang berkaitan dengan hak Masyarakat Adat.
“EMRIP mengharapkan keterlibatan konstruktif pelaksanaan UNDRIP di Indonesia. Dan, jika diperlukan, kami dengan senang hati mendukung dan memberi masukan,” jelasnya.
Binota Dharmai juga mengucapkan selamat kepada Sekjen AMAN yang telah menyelenggarakan KMAN VI.
“Saya memberikan penghormatan kepada semua pemimpin dan tetua adat di AMAN yang telah datang sejauh ini, membangun organisasi yang bicara tentang budaya, identitas, hak, dan pengakuan,” ujar Binota Dharmai.
***