Oleh Apriadi Gunawan
Sebuah buku berjudul Kembali ke Kampung Adat: Meniti Jalan Perubahan di Tanah Papua, diluncurkan oleh Bupati Jayapura Mathius Awoitauw belum lama ini. Buku setebal 180 halaman itu seakan ingin merefleksikan komitmen Mathius terhadap Masyarakat Adat di Tanah Papua, khususnya Kabupaten Jayapura, Papua.
Komitmen itu bisa dilihat dari gagasan awal Mathius dalam menuliskan buku. Ia menuturkan bahwa buku dilatarbelakangi oleh pengalamannya selama 27 tahun berkecimpung di bidang pemberdayaan Masyarakat Adat dan memimpin Kabupaten Jayapura.
“Tampaknya, ada benang merah. Semua itu saya refleksikan secara mendalam dalam buku,” katanya pada saat peluncuran buku.
Bupati Jayapura dua periode tersebut menceritakan bahwa dirinya yang merupakan anak kepala suku, sedikit banyak membuatnya mengerti tentang akar budaya orang Papua. Itu menjadi salah satu sumber nilai dalam seluruh tatanan kehidupannya. Jika disadari maupun dipraktikkan secara konsisten, katanya, identitas itu turut membantunya menjawab tantangan-tantangan kehidupan Masyarakat Adat Papua saat ini.
Pria kelahiran 20 Mei 1960 itu mencontohkan pengalamannya sejak awal dalam merintis Program Kampung Adat di Kabupaten Jayapura yang mendapatkan sambutan positif dari Masyarakat Adat. Menurutnya, gagasan kembali ke kampung adat seakan menjadi jawaban atas kerinduan Masyarakat Adat selama ini yang tidak diberi tempat dalam pembangunan. Selain itu, gagasan kembali ke kampung adat merupakan tawaran pembangunan yang relevan dengan situasi Papua sekarang.
Program Kampung Adat yang digagas itu pun menuai hasil. Pada pertengahan Agustus 2022 lalu, ada 14 kampung adat di Kabupaten Jayapura yang secara resmi terdaftar dalam lembaran administrasi negara oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Seluruh kampung adat itu diberikan kode oleh negara sebagai bukti kehadiran kampung adat di Indonesia.
Terdaftarnya 14 kampung adat tersebut merupakan bagian dari pengakuan negara terhadap keberadaan Masyarakat Adat dan kehidupannya yang selama ini telah mempertahankan kebudayaan di Kabupaten Jayapura. Menurutnya, pengakuan negara merupakan kepastian terhadap jati diri Masyarakat Adat di Kabupaten Jayapura.
“Negara telah memberikan pengakuan terhadap kehadiran kampung adat di Jayapura. Ini kebahagiaan bagi Masyarakat Adat Papua,” katanya.
Kegigihan Mathius memperjuangkan jati diri Masyarakat Adat Papua tidak berhenti sampai di situ. Pria dengan pengalaman sekitar 27 tahun bergerak dalam organisasi masyarakat sipil itu terus mendarmabaktikan dirinya untuk kemaslahatan Masyarakat Adat. Berbagai peraturan dan kebijakan terkait dengan Masyarakat Adat juga berhasil dihasilkan di masa kepemimpinannya, termasuk Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Jayapura No. 8 Tahun 2016 tentang Kampung Adat; Perda No. 8 tahun 2021 tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat Adat; dan Peraturan Bupati tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Tak heran ketika AMAN memintanya untuk menjadi Ketua Umum Panitia Kongres Masyarakat Adat Nusantara Keenam (KMAN VI), ia menyanggupi permintaan tersebut.
Sosok yang pernah menjadi Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jayapura pada periode 2007-2012, justru senang menerima amanah itu dan mensyukurinya dengan menganggapnya sebagai bentuk penghormatan kepada Masyarakat Adat Papua. Selain itu, KMAN VI akan memperlihatkan bahwa Masyarakat Adat adalah komponen utama dan garda terdepan sekaligus solusi atas berbagai persoalan di Indonesia dan dunia.
“Sebanyak 2.449 komunitas Masyarakat Adat se-Indonesia akan hadir mengikuti KMAN VI di Jayapura,” katanya. Ia menyatakan bahwa KMAN VI akan menjadi ajang pertemuan Masyarakat Adat yang luar biasa, di mana terjadi integrasi universal keluarga. Ia bertekad akan menyukseskan KMAN VI di Jayapura. “KMAN VI harus kita sukseskan. Mohon doa dan dukungan,” kata Mathius penuh harap.
Ia menjelaskan, secara adat, setiap orang asing yang datang, harus diterima baik di Tanah Papua. Menurutnya, itu sudah menjadi budaya dari Masyarakat Adat Papua sejak dulu.
“Budaya ini akan kita tunjukkan saat pelaksanaan KMAN VI,” ujarnya.
KMAN VI akan berlangsung di Wilayah Adat Tabi, Jayapura, Papua pada 24-30 Oktober 2022 dan dihadiri sekitar 10 ribu peserta dari berbagai penjuru Nusantara dan dunia. KMAN VI mengusung tema “Bersatu Pulihkan Kedaulatan Masyarakat Adat untuk Menjaga Identitas Kebangsaan Indonesia yang Beragam dan Tangguh Menghadapi Krisis.”
“Kami sudah komunikasi langsung dengan presiden,” ujar Mathius baru-baru ini dalam acara media gathering di Jakarta lalu (14/7/2022). Ia menyatakan bahwa rencananya KMAN VI juga akan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo. Ia berharap perhelatan KMAN VI bisa membuat perekonomian masyarakat di Jayapura, meningkat, di mana berbagai konsumsi yang akan disuguhkan merupakan makanan khas Papua. Ia bilang, “Itu berarti ekonomi masyarakat mendapat tempat.”
KMAN VI juga akan dimeriahkan dengan berbagai acara, mulai dari pawai budaya, dialog umum, rangkaian sarasehan, sidang-sidang KMAN VI, pagelaran seni dan budaya, pameran produk, aneka kuliner, hingga Festival Danau Sentani.
Mathius menyatakan bahwa sebanyak tujuh wilayah adat di Papua dan Papua Barat akan mendapat tempat untuk tampil di pameran dalam rangka memperkenalkan kekhususan cendera mata, kuliner, dan kerajinan.
“Kita mau tunjukkan nanti di KMAN VI, semua karya unik Masyarakat Adat dari berbagai penjuru Nusantara, bisa menjadi andalan untuk ketahanan Indonesia,” kata Matius.
***